halte kpp

katanya kalau hujan turun, ada sebuah rahmat yang dicurahkan Tuhan untuk ciptaannya.

katanya kalau ada petir beserta gemuruh, Tuhan sedang berusaha mengingatkan umatnya.

katanya, setiap ada rintangan selalu ada jalan.

masalahnya, si jalan sedang licin dan si hujan pun terlihat gak ada niatan untuk berhenti.

“maaf ya, jadi kehujanan gini” Jean mengusap lutut perempuan yang kini duduk di sampingnya. pandangan Jean jatuh ke ujung rambut yang sedikit basah, ia khawatir.

perempuan itu menoleh ke arah Jean, senyum tipis terbit saat ia melihat kemeja flannel laki-laki ㅡyang ia panggil Jejeㅡ itu bercorak abstrak, produksi dari air hujan, “jangan minta maaf dong, kan bukan salah kamu.”

halte yang bersebrangan dengan kantor pelayanan pajak itu tidak besar, tapi cukup untuk menaungi mereka berdua. ada denah bus trans kota di sisi kanannya dan marka jalan yang mulai berkarat.

“aku gak punya mobil,” kalimat itu mungkin ada kelanjutannya, tetapi Jean memilih untuk menutup mulutnya.

perempuan itu memandang rintik hujan yang jatuh dari atap halte, “aku juga gak punya mobil”

hening.

percakapan mereka berhenti tepat di 13.15, seperti jadwal yang tertera di tiket bioskop yang Jean beli.

ya Tuhan, hujannya apa gak mau berenti ya.” Jean dan segala ucapannya di hati.

hujan belum kunjung reda, agaknya malah sedikit merapat dan kecepatan jatuhnya meningkat. jalan raya di hadapan Jean kosong, tapi terkadang ada beberapa mobil yang lalu dengan kecepatan sedang.

“kalau aku bisa milih dimana dan dengan siapa aku jatuh cinta, aku bakal pilih disini, sama kamu”

“karena ternyata hujan-hujanan sama seseorang bukan hal yang buruk,”

“dan diem-dieman di halte juga bukan sesuatu yang aneh,”

“mungkin karena orangnya itu Jean.”

ya Tuhan, maaf Jean tadi ngeluh soal hujan.